Minggu, 31 Mei 2009

Macam-Macam kenakalan remaja


enakalan remaja yang terjadi pada saat ini makin beragam bentuknya, hal ini bisa saja dipengaruhi oleh dunia luar atau yang lebih sering kita sebut pergaulan bebas. Dari kenalan siswa ini akan mengarah kepada kenakalan remaja yang melawan nilai-nilai yang berlaku yang disebabkan oleh belum adanya rasa kedewasaan. Dalam hal ini sebaiknya para siswa remaja harus bisa membedakan perbuatan yang termasuk dakam kenakalan remaja dan mengetahui dampak-dampak dari pergaulan yang kita lakukan.

Sifat-sifat kenalan siswa/remaja :

1. Tidak mempunyai pendirian

2. Frustasi

3. Emosi tidak stabil

4. Tidak dapat menguasai dorongan-sorongan nafsu

Misalnya : 1. Agresif

2. Selalu curiga

3. Cemburu

4. Selalu bertengkar

Kenakalan remaja yang terjadi tentu ada sebab-sebabnya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor, diantaranya :

Lingkungan keluarga :

1. Tidak ada keterbukaan sesama anggota keluarga

2. Tidak memperoleh kasih sayang dari orang tua

3. Kondisi ekonomi keluarga

Lingkungan sekolah :

1. Guru yang bersifat kurang adil kepada muridnya

2. Suasana sekolah yang menjadikan siswa senang membolos, malas belajar, dan melawan guru.

3. Kegiatan belajar yang tidak lancar

Jika siswa/remaja telah masuk kenakalan remaja, maka mereka dapat saja melakukan sebuah penyimpanan atau yang disebut perilaku menyimpang. Dimana siswa yang berprilaku yang tidak sesuai / menyimpang dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat baik menurut nilai agama, sosial adat istiadat.

Akibat-akibat dari kenakalan siswa / remaja :

1). Merusak moral

2). Terjerumus dalam pergaulan bebas, misalnya

· Mengkonsumsi obat-obatan

· Perkelahian antar siswa

· Seks bebas

· dll

3). Membuat malu keluarga / mencemarkan nama baik orang tua

4). Merusak prestasi kita

5). Dll

Dalam kehidupan sehari-hari, kenakalan remaja tentu saja terjadi pada masa pertumbuhan para siswa saat ini. Tetapi hal itu dapat dicegah, dengan cara pergaulannya yaitu :

1). Dalam sebuah lingkungan keluarga, perlu diadakan hubungan dan komunikasi yang terbuka antar sesama anggota kaluarga.

2). Jika dikelas terjadi perilaku yang menyimpang, jangan bersikap marah terhadap siswa, tetapi hadapi dengan hati dan pikiran yang tenang dan jernih.

3). Memberikan bimbingan siswa dikelas secara keseluruhan, sehingga setiap siswa memperoleh kepuasan dan kesuksesan serta tercipta suasana kelas yang harmonis tenang dan menyenangkan.

4). Memahami segala keterbatasan yang dimiliki siswa, sehingga sebagai guru hendaknya membantu dengan memberikan pertolongan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan diri.

5). Memahami segala kemampuan yang berbeda-beda.

6). Menjaga pergaulan kita dengan siapa saja dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku.

7). Harus dapat membedakan mana hal yang buruk dan mana hal yang baik untuk pergaulan kita agar tidak terjerus ke pergaulan bebas.

8). Perlunya / pentingnya peran orang tua dalam mendidik seorang anak.

9). Memberi pengalaman bagi siswa yang melakukan kegiatan-kegiatan yang positif.

10). Dll

Dalam hal ini peran orang tua sangatnya penting untuk mencegah terjadinya kenakalan siswa karena disini orang tualah yang paling dekat dengan siswa/remaja, maka dari itu perlu adanya keterbukaan, saling mengisi, dan komunikasi antara orang tua dan siswa. Disini yang dimaksud keterbukaan, saling mengisi dan komunikasi adalah :

Keterbukaan, mencakup :

1). Saling jujur antara satu sama lain anggota keluarga

2). Tidak ada rasa ketertutupan

3). Selalu bicara apa adanya sesuai isi hati

Saling mengisi, mencakup :

1). Saling melengkapi kekurangan antara anggota keluarga

2). Saling mengisi kekosongan antar hati

3). Saling membantu jika ada masalah

Komunikasi, mencakup :

1). Saling bicara antar hati

2). Saling berbagi masalah

3). Selalu komunikasi ungkapkan isi hati

Minggu, 24 Mei 2009

Tips Orangtua Jika Mengetahui Anak Menyalahgunakan Narkoba


Fenomena penyalahgunaan Narkoba menjadi pembicaraan semua pihak, khususnya
orang tua. Perang terhadap Narkoba telah dikumandangkan. Orang tua menjadi
sangat khawatir dengan pergaulan anak-anaknya. Kekhawatiran ini membuat para
orang tua atau pihak yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan remaja &
pemuda mulai mendirikan LSM anti Narkoba & panti rehabilitasi untuk
ketergantungan Narkoba. Seminar, sarasehan, kelompok study tentang narkoba &
penanggulangannya sudah sangat banyak dilakukan, termasuk melatih & merecruit
sejumlah orang untuk menjadi tenaga penyuluhan untuk memerangi Narkoba. Di pihak
lain, pengedar tampaknya semakin menjadi-jadi, bahkan mengedarkan narkoba sampai
kepada pelajar SD.

Fenomena penyalahgunaan Narkoba menjadi pembicaraan semua pihak, khususnya
orang tua. Perang terhadap Narkoba telah dikumandangkan. Orang tua menjadi
sangat khawatir dengan pergaulan anak-anaknya. Kekhawatiran ini membuat para
orang tua atau pihak yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan remaja &
pemuda mulai mendirikan LSM anti Narkoba & panti rehabilitasi untuk
ketergantungan Narkoba. Seminar, sarasehan, kelompok study tentang narkoba &
penanggulangannya sudah sangat banyak dilakukan, termasuk melatih & merekrut
sejumlah orang untuk menjadi tenaga penyuluhan untuk memerangi Narkoba. Di pihak
lain, pengedar tampaknya semakin menjadi-jadi, bahkan mengedarkan narkoba sampai
kepada pelajar SD.

Anak kita terperangkap penyalahgunaan Narkoba tentu saja tidak terlepas dari
masalah yang mendorongnya, seperti terpengaruh teman sebaya atau lingkungan di
mana dia bergaul atau karena tidak harmonisnya hubungan antara anak & orang tua
sehingga si anak melakukan pelarian dengan mengconsumption Narkoba.

Bagi remaja, hubungan teman sebaya meluas & menduduki peran utama pada
kehidupan mereka. Teman sebaya secara typical menggantikan peran keluarga
sebagai hal utama untuk socialiszation & activitas waktu luang. Remaja memiliki
hubungan teman sebaya yang bervariation & membuat norma & system nilai yang
berbeda. Factor resiko teman sebaya dapat digambarkan sebagai berikut :
Berhubungan dengan teman sebaya yang menggunakan obat-obatan memiliki
kecenderungan yang besar juga menggunakan obat-obatan. Tekanan negative dari
teman sebaya dapat menjadi resiko tersendiri. Contoh anak yang sebenarnya
berasal dari keluarga baik-baik, mendapat nilai baik di sekolah & tinggal di
lingkungan yang baik pula, namun akhirnya terperangkap mengconsumption narkoba
karena pengaruh temannya.

Berikut tips yang barangkali berguna bagi orang tua yang redaksi sarikan
dari buku Penanggulangan Terpadu Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Masyarakat di
DKI Jakarta:

Berusahalah tenang. Kendalikan emosi, marah, tersinmggung atau rasa bersalah
tidak ada gunanya.

Jangan tunda masalah. Hadapilah kenyataan itu. Adakan dialog terbuka dengan anak
dengan sikap tenang. Kemukakan apa yang Anda ketahui, tidak dengan cara menuduh.
Jangan pada saat ia masih berada dalam pengaruh Narkoba.

Dengarkan anak & beri dorongan nonverbal kepadanya. Dialog dengan anak merupakan
kunci pemecahan masalah. Jangan rendahkan harga dirinya. Buatlah agar ia merasa
aman & nyaman berbicara dengan Anda.

Jika ia mau mengakui hal itu, hargailah kejujurannya. Anda pun perlu bersyukur
karena dapat menciptakan keterbukaan itu.

Jujur terhadap diri sendiri. Beri contoh sikap jujur & terbuka. Mau mengakui
kelemahan & kesalahan sendiri. Jangan membela diri atau merasa diri benar.

Saling memaafkan untuk kesalahan sikap, kata-kata atau perbuatan di masa lalu
yang menyakitkan orang lain.

Jika perlu minta bantuan pihak ketiga , jika sulit mengendalikan emosi, minta
bantuan pihak ketiga yang dapat melakukan pendekatan yang lebih baik.

Tingkatkan hubungan dalam keluarga teliti hubungan dengan anak/anggota keluarga
lain. Selesaikan conflict pribadi yang ada. Rencanakan recreation dengan anak
atau anggota kelurga lain.

Bangun kehidupan berdiscipline, untuk menjauhkan anak dari lingkungan di mana
Narkoba digunakan.

Cari Pertolongan tenaga professional, pusat pengobatan atau rehabilitation.
Dengan atau tanpa seizin anak, berkonsultasilah kepada tenaga ahli.

Pendekatan kepada orangtua teman anak pemakai Narkoba, kunjungi orang tua teman
anak Anda yang menggunakan Narkoba pada waktu yang tepat. Ungkapkan apa yang
Anda ketahui dengan hati-hati & bijaksana. Ajaklah bekerja sama menghadapi
masalah itu.

Lalu bagaimana caranya agar orangtua dapat mencegah penyalahgunaan Narkoba di
rumah? Berikut Tipsnya:


1. Menjadi teladan atau role model dalam budaya anti-Narkoba, anti kekerasan &
discipline diri:
Orangtua yang juga menyalahgunakan narkoba tidak memiliki wibawa terhadap
anaknya untuk juga tidak menggunakannya.
Perlihatkan kemampuan orangtua untuk berkata tidak & untuk meminta tolong jika
perlu.
Tidak menggunakan cara kekerasan (tindakan & kata-kata) terhadap anak & orang
lain. Hormati hak-hak asasi anak & orang lain. Perlakukan anak atau orang lain
dengan adil & bijaksana.
Hidup secara tertib & teratur.

2. Membantu anak mengembangkan kemampuan menolak tekanan kelompok sebaya untuk
menggunakan Narkoba atau terlibat dalam kekerasan:
Beritahu anak mengenai haknya melakukan hak yang cocok bagi dirinya didasari
rasa tanggung jawab, sehingga jika ada teman yang memaksa atau membujuk, ia
berhak untuk menolaknya.
Bimbing anak mencari kawan sejati, yang tidak menjerumuskan dirinyaa dalam hal
yang merugikan atau merusak.
Ajarkan anak menolak tawaran penyalahgunaan Narkoba.
Mengetahui jadwal kegiatan anak & siapa kawan-kawannya.

3. Mendukung kegiatan anak yang sehat & creative:
Mendukung kegiatan anak di sekolah, berolahraga, memiliki hobby, bermain music,
& lain-lain tanpa menuntut anak agar berprestasi atau menang.
Orangtua melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan anak. Anak sangat menghargai
saat-saat orangtua melibatkan diri dalam kegiatan mereka.

4. Membuat kesepakatan bersama tentang norma & peraturan :
Anak ajar hidup yang teratur. Dorong anak belajar bertanggung jawab dengan
menetapkan aturan bagi perilaku atau kegiatannya sehari-hari. Termasuk tidak
menyalahgunakan Narkoba.
Tetapkan hal itu secara adil & tuliskan peraturan-peraturan itu.

Aborsi Di Kalanagan Remaja


Moral dan akhlak anak bangsa kini telah dipertaruhkan hanya demi kenikmatan seksual semata! Sebagian kondisi perilaku sex bebas atau sex menyimpang telah melanda dunia pendidikan dari tingkat SD – SMP -SMK/SMU hingga tingkat perguruan tinggi sekalipun! Hal ini dapat dibuktikan jika dari para pelaku mau jujur mengakui perilaku mereka!

Memang terlihat rapi dan nyaris tak terlihat walau oleh para orang tua mereka sekalipun! Akan tetapi, realita-nya banyak klinik/bidan/(oknum) melakukan kegiatan aborsi dari para klien dari seusia remaja hingga kalangan pejabat!

Burhan berpendapat: Apakah kegiatan Sex bebas hingga aborsi atau pembunuhan berlatar belakang sex semacam ini adalah wujud hasil studi mereka selama ini? Terus, dimanakah iman, akhlak mereka? Apakah kegiatan sex bebas sebebas-bebasnya seperti itu wujud cinta mereka akan hidup mereka? Bagaimana negara ini bisa menjadi negara yang maju dalam hal kondisi yang membanggakan?

Berulang kali Burhan mengatakan: Sejak tahun 2008 telah dimulai “pembersihan!” Ya sekarang terserah anda jika alam tidak berpihak pada kalian! Tunggu saja bencanamu!

Senin, 18 Mei 2009

Bahaya Penyalahgunaan Obat Dan Alkohol

Transisi dari dunia anak-anak ke masa dewasa bukan hal mudah. Sebagian remaja mampu memasuki dunianya dengan sukses, tetapi sebagian lainnya memilih coping (cara menghadapi tantangan yang ada) dengan mengonsumsi obat-obatan dan alkohol. Sebagian di antaranya meninggal dunia karena overdosis, dan lainnya berkembang menjadi remaja agresif dan berperilaku kriminal.

Bila sudah demikian, kita tidak berhak menyalahkan siapa pun. Yang penting adalah mengatasinya. Namun, bila belum telanjur, hal yang lebih penting adalah mencegah anak-anak kita agar terhindar dari jerat narkoba. Salah satu langkah yang baik adalah berempati terhadap kesulitan mereka. Bukan untuk membuat mereka lemah dan tetap tergantung, melainkan agar kita dapat menentukan pilihan perilaku yang tepat untuk menghindarkan atau melepaskan mereka dari jerat itu.

Bagaimana situasi yang dirasakan, bagaimana isi hati mereka, kita dapat belajar dengan menyimak puisi berikut ini, yang diciptakan oleh anak berusia 16 tahun yang akhirnya meninggal dunia karena overdosis.

Potret Buram Generasi Muda


Geng motor, akhir-akhir menjadi fenomena sosial yang menjadi perhatian, karena meresahkan masyarakat, terutama di Jawa Barat, daerah yang diketahui paling banyak memiliki komunitas pengendara motor brutal ini. Kehadiran geng motor melengkapi bentuk kenakalan remaja kita, setelah selama ini masyarakat sudah banyak dipusingkan aksi dalam bentuk lain, seperti tawuran antar pelajar, pembajakan angkutan umum, sampai hal-hal yang menjurus kriminal. Inilah potret buram generasi muda, yang digadang-gadang pemilik masa depan bangsa ini. Inilah Jejak Kasus.

Generasi muda brengsek. Ucapan itu sering kita dengar, meski tak selalu benar, tapi stigma buruk itu bukan tanpa dasar, setidaknya bagi mereka mereka yang melihat langsung aksi para remaja kita di jalanan, terutama dalam bentuk tawuran antar pelajar.

Banyak yang menuding, prilaku destruktif remaja ini erat kaitannya dengan model pendidikan saat ini, yang cenderung mengedepankan nilai akademik, ketimbang penanaman budi pekerti. Kegiatan ekstra kurikulerpun dianggap kurang menarik sehinga banyak siswa remaja yang lebih memilih menghabiskan waktu di luar, di mana mereka bertemu dengan situasi dan lingkungan yang tidak terkontrol dan mendukung perkembangan jiwa muda mereka.

Minggu, 17 Mei 2009

Kenakalan Remaja dan Peran Orang Tua


Ironis memang, seorang remaja yang semestinya masih memiliki kesempatan luas untuk mengenyam pendidikan di sekolah, terpaksa harus berhenti di tengah jalan karena salah pergaulan. Kasus yang dialami siswi SMU di Pasuruan itu bisa menjadi bukti bahwa kenakalan remaja tidak hanya didominasi oleh anak-anak yang broken home, tetapi bisa menjebak siapa saja. Pengaruh televisi, internet, dan handphone selama ini disebut-sebut sebagai pemicu maraknya kenakalan remaja.

Namun perlu disadari juga bahwa kenakalan remaja tidak semata-mata karena pengaruh berbagai media tersebut. Ada faktor lain yang juga sangat berpengaruh terhadap perilaku anak, yakni hubungan komunikasi antara anak dan orang tua atau keluarganya. Hubungan ini tidak lepas dari bagaimana pola didik yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya, dan seperti apa komunikasi yang terjalin di antara mereka.

Di zaman sekarang, sebagian besar orang tua cenderung menyerahkan urusan pendidikan anak pada institusi yang dinamai sekolahan. Bahkan dari usia dini pun si anak sudah dipasrahkan pengasuhan dan pendidikannya di play group dan sejenisnya. Tujuannya agar mereka mendapat pendidikan yang lebih baik dan nantinya menjadi anak pintar. Banyak alasan mengapa orang tua sekarang lebih memilih memasukkan anak-anak mereka di institusi pendidikan sejak dini, daripada mendidiknya sendiri di rumah. Di antaranya, alasannya kesibukan orang tua sehingga merasa tak punya cukup waktu untuk mendidik anak di rumah. Namun ada juga yang berpikir praktis, orang tua yang merasa tidak mampu mendidik anaknya sendiri sehingga dipasrahkan pada para tenaga pendidik yang lebih profesional. alasan lainnya, orang tua ingin memberikan pendidikan yang terbaik bagi putra-putrinya.

Alasan-alasan tersebut memang tidak salah, sebab pada hakikatnya tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya tidak pandai. Melalui pendidikan di bangku sekolah, para orang tua berharap nantinya putra-putri mereka menjadi anak yang pintar dan sukses. Hanya saja, terkadang para orang tua kurang menyadari bahwa pendidikan di sekolah saja belum cukup untuk menjadikan anak baik, baik secara personal maupun sosial. Selama ini yang terjadi, kenakalan remaja terjadi bukan karena mereka tidak berpindidikan, tetapi lebih karena kurangnya perhatian dan komunikasi dengan orang tua atau keluarganya. Kesibukan orang tua mempersempit ruang komunikasinya dengan anak-anak.

Di samping itu, perhatian terhadap anak juga cenderung diabaikan. “Toh mereka sudah belajar di sekolah, dan kebutuhan mereka juga tercukupi dari hasil kerja orang tua. Perhatian apa lagi?” Padahal anak-anak butuh pendampingan dalam menghadapi setiap permasalahan yang dihadapinya. Mereka butuh “ilmu tambahan” dari para orang tua, di luar pelajaran yang diterima di kelasnya. Misalnya, pendidikan budi pekerti, belajar bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya, belajar memecahkan permasalahan melalui sharring dengan orang-orang terdekatnya, dan masih banyak hal lainnya, yang tidak mereka dapatkan di sekolah. Kurangnya komunikasi antara anak dan orang tuanya juga sering menimbulkan percikan konflik yang berawal dari kesalahpahaman. Jika sudah demikian, biasanya anak akan mencari ‘sandaran’ pada teman-teman yang dianggapnya bisa menjadi curahan hati, atau pun senasib dengannya. Minimnya pengetahuan anak bagaimana membangun interaksi sosial yang baik sering membuat anak terjerumus dalam pergaulan yang salah. Tak heran jika akhirnya banyak remaja yang menjadi korban salah pergaulan.

Orang Tua selalu Benar?

Di masyarakat kita, kebanyakan orang tua masih menganggap anak yang nakal itu salah, tanpa melihat latar belakang dari kenakalan itu sendiri. Padahal, anak nakal itu umumnya karena mereka butuh perhatian lebih dari orang-orang di sekitarnya. Dangan kata lain, mereka merasa kurang mendapatkan perhatian. Jadi tidak selalu benar bahwa anak nakal itu salah. Dalam hal ini, orang tua dituntut mampu menangkap “sinyal-sinyal” semacam itu, dengan lebih berperan aktif dalam memerhatikan putra-putrinya.

Mau tidak mau orang tua harus menyadari bahwa kesalahan tidak selalu pada anak, tetapi sedikit banyak juga ada andil dari kesalahan orang tua dalam mendidik mereka. Memberi ruang bagi anak untuk membangun komunikasi yang baik dan intens dengan orang tua, melalui diskusi bersama keluarga dalam hal-hal ‘kecil’ maupun saat menghadapi masalah, bisa menjadi langkah antisipatif untuk menghindari kenakalan temaja. Penanaman sikap “berani berbuat, berani bertanggung jawab” juga akan membuat anak bertindak secara rasional, dan tidak mudah terjebak pada hal-hal yang merugikan dirinya dan orang lain.

Jika memang terlanjur berbuat salah, maka tekankan pada anak untuk bisa belajar dari kesalahannya sehingga ke depannya kesalahan itu tidak terulang lagi. Kita harus ingat bahwa orang yang baik bukan orang yang tidak bersalah, melainkan orang yang berani bertanggung-jawab atas kesalahannya dan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.

Jumat, 15 Mei 2009

Kenakalan Gegng Pelajar Wanita


Sungguh miris mendengar kaum intelektual dan berwawasan berkelahi ibarat manusia purba yang mempertahankan wilayah kekuasaannya. Inilah yang pantas mencerminkan berita perkelahian pelajar wanita di Kupang yang terjadi pada beberapa hari yang lalu. Perkelahian ini melibatkan 3 sekolah yang berbeda dan yang menyedihkan lagi adalah kejadian ini sudah berulang-ulang terjadi di wilayah yang sama. Para oknum pelajar wanita ini berdalih bahwa geng mereka dilecehkan dan mereka ingin dihargai di wilayah kekuasaannya.


Begitu maraknya perkelahian antar geng baik pelajar pria maupun wanita hingga menimbulkan pertanyaan besar di benakku : apakah sekolah dan aparatnya sudah melakukan tugasnya dengan baik ? Tidak juga.

Karena apabila kepala sekolah , guru pembimbing, guru pengajar dan keamanan sekolah serta didukung oleh murid-murid itu sendiri dapat bersatu padu untuk menjauhkan kekerasan dari institusi sekolah , maka hal ini dapatlah terjadi tanpa kesulitan yang berarti. Dilematisnya , berita kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya pun sedang marak di Indonesia.

Jadi, para aparat sekolah patut untuk disalahkan walaupun perkelahian tersebut terjadi di luar sekolah. Selain sekolah , orangtua sebagai contoh tingkah laku dasar bagi siswa dirumah pun patut untuk dituding sebagai salah satu penyebab terjadinya kasus kekerasan yang dilakukan oleh geng pelajar wanita ini.

Kenapa ? karena apabila orangtua telah menanamkan tingkah laku kasih dan sayang yang tinggi dalam suatu rumah tangga , maka sang pelajar wanita tidak akan bertingkah laku brutal seperti itu.

Jenis-jenis Narkoba Yang Sering Di Salah gunakan Oleh Remaja

PUTAUW

Nma lainnya adalah Pe-te ,zat ini ada

lah turunan ke lima - ke enam dari He

roin yang dibuat dari bungan yang na

manya Opium.

Ada dua jenis yaitu jenis Banana dan

jenis Snow White yang berbentuk se

perti Bedak.

CIRI PENGGUNA PUTAUW

Pada tahap awal biasanya pengguna akan terlihat tidak berse

mangat ,mata sayu ,pucat ,tidak dapat berkonsentrasi ,hidung

sering terasa gatal , mual dan selalu terlihat mengantuk.!

Kurus karena nafsu makan berkurang ,emosi sangat labil , se

hingga sering marah dan sering pusing atau sakit kepala.

SAKAUW

Adalah terhentinya suplai PUTAUW sehingga akan menimbul

kan gejala mual-mual , mata dan hidung berair ,tulang dan sendi-sendi terasa ngilu , badan berkeringat tidak wajar dan

pemakai terlihat menggigil seperti kedinginan.

SHABU - SHABU

Ini adalah nama GAUL dari Methamphetamine ,berbentuk kris

tal seperti gula pasir atau seperti VETSIN (bumbu penyedap

makanan).

Ada beberapa jenis antara lain : Chystal ,Coconut ,Gold River.

CIRI PENGGUNA SHABU - SHABU :

Setelah menggunakannya ,pemakai akan terlihat bersemangat

, tapi juga cenderung Paranoid (suka curiga) ,terkesan tidak

bisa diam, tidak bisa tidur karena cenderung untuk terus ber

aktivitas ,tapi tetap akan sulit berfikir dengan baik.

ECSTASY

Yang satu ini adalah zat Psikotropika ,jenis yang populer ber

edar dimasyarakat adalah : Alladin , Apel , Electric , Butter

fly dengan nama Gaul yang bermacam - macam.

CIRI PENGGUNA ECSTASY

Setelah memakai pengguna akan menjadi energik tapi mata

sayu dan pucat, berkeringat dan tidak bisa diam ,dan susah tidur.

Efek Negatif yang dapat timbul adalah kerusakan saraf otak

dehidrasi (kurang cairan) ,gangguan lever ,tulang dan gigi

keropos , kerusakan saraf mata dan tidak nafsu makan.



Kasus Penyalahgunaan Narkoba Khususnya pada Remaja


Sebagai peralihan dari masa anak menuju ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kesulitan dan gejola, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang tuanya. Seringkali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaan masa remaja tersebut ternyata mampu menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antara remaja dengan orang tua yakni dalam keluarga atau remaja dengan lingkungannya.

Hal tersebut di atas tentunya tidak membantu si remaja untuk melewati masa ini dengan wajar, sehingga berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti penyalahgunaan zat, atau kenakalan remaja atau gangguan mental lainnya. Orang tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang diderita oleh anak remajanya.

Untuk menghindari hal tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi anak remaja, kita sekalian diharapkan memahami perkembangan remajanya beserta ciri-ciri khas yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. Dengan ini diharapkan bahwa kita (yang telah dewasa) agar memahami atas perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak dan remaja pada saat ia memasuki masa remajanya. Begitu pula dengan memahami dan membina anak/remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaan serta mencegah bentuk kenakalan remaja perlu memahami proses tumbuh kembangnya dari anak sampai dewasa.

Berbagai Motivasi Dalam Penyalahgunaan Obat

• Motivasi dalam penyalahgunaan zat dan narkotika ternyata menyangkut motivasi yang berhubungan dengan keadaan individu (motivasi individual) yang mengenai aspek fisik, emosional, mental-intelektual dan interpersonal.

• Di samping adanya motivasi individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan zat, masih ada faktor lain yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi penyalahgunaan zat yaitu faktor sosiokultural seperti di bawah ini; dan ini merupakan suasana hati menekan yang mendalam dalam diri remaja; antara lain:

1. Perpecahan unit keluarga misalnya perceraian.

2. Pengaruh media massa misalnya iklan mengenai obat-obatan dan zat.

3. Perubahan teknologi yang cepat.

4. Hilangnya nilai-nilai dan sistem agama serta mencairnya standar moral; (hal ini berarti perlu pembinaan Budi Pekerti – Akhlaq)

5. Meningkatnya waktu menganggur.

6. Ketidakseimbangan keadaan ekonomi misalnya kemiskinan, perbedaan ekonomi etno-rasial, kemewahan yang membosankan dan sebagainya.

7. Menjadi manusia untuk orang lain.

Adanya faktor-faktor sosial kultural seperti yang dikemukakan di atas akan mempengaruhi kehidupan manusia dan dapat menimbulkan motivasi tertentu untuk mamakai zat. Pengaruh ini akan terasa lebih jelas pada golongan usia remaja, karena ditinjau dari sudut perkembangan, remaja merupakan individu yang sangat peka terhadap berbagai pengaruh, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.

Perkelahian Pelajar


Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU,
tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada
remaja.

Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas
Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan
menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat
lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban
meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat.
Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.

Dampak perkelahian pelajar

Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari
perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif
pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas
lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir,
mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi,
perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk
memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang
terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
Pandangan umum terhadap penyebab perkelahian pelajar

Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang
lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah
sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering
berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa
kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis
dan sering tidak berada di rumah.

Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian
kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat
misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.

Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan
remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi
yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang
“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan
masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam
suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya,
termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian pelajar

Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering
disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila
dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.

Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan
yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua
rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada
setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi
memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari
masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk
memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah
frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang
kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.

Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak
pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang
wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan
tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung
dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas
yang dibangunnya.

Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi
sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang
tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan
pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar
sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling
penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang
sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.

Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak
terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang
berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar.
Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar
sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku
berkelahi.

Senin, 11 Mei 2009

Kenakalan Remaja


Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya. Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada."

kenakalan remaja


Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri.

Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada." (sumber Whandi.net/1 jan 1970).

Kenakalan remaja, merupakan salah si anak? atau orang tua? Karena ternyata banyak orang tua yang tidak dapat berperan sebagai orang tua yang seharusnya. Mereka hanya menyediakan materi dan sarana serta fasilitas bagi si anak tanpa memikirkan kebutuhan batinnya. Orang tua juga sering menuntut banyak hal tetapi lupa untuk memberikan contoh yang baik bagi si anak. Sebenarnya kita melupakan sesuatu ketika berbicara masalah kenakalan remaja, yaitu hukum kausalitas. Sebab, dari kenakalan seorang remaja selalu dikristalkan menuju faktor eksternal lingkungan yang jarang memerhatikan faktor terdekat dari lingkungan remaja tersebut dalam hal ini orangtua. Kita selalu menilai bahwa banyak kasus kenakalan remaja terjadi karena lingkungan pergaulan yang kurang baik, seperti pengaruh teman yang tidak benar, pengaruh media massa, sampai pada lemahnya iman seseorang.

Ketika kita berbicara mengenai iman, kita mempersoalkan nilai dan biasanya melupakan sesuatu, yaitu pengaruh orangtua. Didikan orangtua yang salah bisa saja menjadi faktor sosiopsikologis utama dari timbulnya kenakalan pada diri seorang remaja. Apalagi jika kasus negatif menyerang orangtua si remaja, seperti perselingkuhan, perceraian, dan pembagian harta gono-gini. Mungkin kita perlu mengambil istilah baru, kenakalan orangtua.

Orang tua, sering lupa bahwa prilakunya berakibat pada anak-anaknya. Karena kehidupan ini tidak lepas dari contek-menyontek prilaku yang pernah ada. Bisa juga karena ada pembiaran terhadap perilaku yang mengarah pada kesalahan, sehingga yang salah menjadi kebiasaan. Para orang tua jangan berharap anaknya menjadi baik, jika orang tuanya sendiri belum menjadi baik. Sebenarnya nurani generasai ingin menghimbau “Jangan ajari kami selingkuh, jangan ajari kami ngomong jorok, tidak jujur, malas belajar, malas beribadah, terlalu mencintai harta belebihan dan lupa kepada Sang Pencipta, yaitu Allah.”

Tulisan ini mencoba mengajak merenung bagi kita para orangtua, bahwa kenakalan tak selalu identik dengan remaja, tapi justru banyak kenakalan yang dilakukan oleh para orangtua (di rumah, di masyarakat, dan di pemerintahan) yang akhirnya juga menjadi inspirasi remaja untuk berbuat nakal. Menyedihkan memang!