Selasa, 28 Juli 2009

Remaja dan HIV/AIDS

Berdasar data dari Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yoyakarta dapat disimpulkan bahwa jumlah pengidap HIV-AIDS di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kenaikan tiap tahun, bahkan pada tahun 1993 usia remaja mulai beresiko tinggi. Dari data di bawah dapat ditarik kesimpulan bahwa penderita HIV/AIDS mulai merambat pada usia remaja awal yaitu 12 tahun sampai usia remaja akhir yaitu 20 tahun. Jika data penderita HIV-AIDS dibedakan menurut jenis kelamin, maka perempuan tercatat sebagai kelompok yang paling tinggi terinfeksi HIV-AIDS di seluruh dunia. Setelah dikalkulasi dari berbagai sumber, maka data tersebut dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.
Kalkulasi Data Remaja Penderita HIV/AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007
Tahun Kelompok Umur Presentasi Sumber
HIV AIDS
2004 20 ? 29 tahun 68 19 Kompas, 1 desember 2007
(Dinkes DIY)
1993 ? Oktober 2007 12 - 30 tahun 35% atau 251 kasus dari 455 kasus Kedaulatan rakyat, 30 september 2007 & Bernas, 1 Desember 2007 (Depkes DIY)

1993 ? Oktober 2007 < 5 tahun ? 19 tahun 455 HIV / AIDS
Kompas, 1 desember 2007
(Dinkes DIY)
5 tahun 14 anak
5 ? 19 tahun 6 anak
17 ? 30 tahun 15 orang data PMI
20 ? 29 tahun 245 orang

Dapat kita bayangkan betapa berbahayanya HIV/AIDS tersebut. Berdasar fase perkembangan antara umur 12 tahun sampai 20 tahun adalah fase dimana remaja mengalami beragam masalah. Mulai dari pencarian identitas diri, kebingungan status sebagai remaja beranjak dewasa atau masih remaja yang cenderung kekanak-kanakan. Berbagai proses pencarian identitas tersebut memicu remaja untuk pencarian identitas diri yang sebenarnya. Berbagai media mereka gunakan untuk proses pembentukkan diri. Sangatlah bagus jika media yang dipakai bersifat positif, seperti lewat kesenian yang kreatif dan menuju pengembangan bakat atau agama. Hal tersebut bisa membentuk identitas kepribadian remaja yang baik. Namun jika media pembentukkannya bersifat negatif, seperti melalui perkelahian, geng, pergaulan bebas, bahkan narkoba tentu sangat berdampak buruk. Perilaku tersebut dapat menjerumuskan kelompok muda sebagai golongan potensial yang tertular HIV/AIDS ataupun penular virus mematikan tersebut. Yogyakarta berada di peringkat 15 untuk kasus HIV/ AIDS terbanyak di Indonesia. Remaja merupakan usia yang paling berisiko terhadap HIV/AIDS ini, sehingga harus ada pendampingan untuk menuju kegiatan yang positif dan mendapat pelajaran mengenai HIV/ AIDS agar dapat melakukan tindakan pencegahan. Banyak faktor yang menyebabkan penyakit HIV/ AIDS, antara lain faktor yang paling berisiko penggunaan jarum suntik bergantian dan tidak steril. Selain itu juga perilaku seksual yang menyimpang, seperti seks bebas. Semua itu sangat mungkin terjadi pada remaja, karena pada usia ini manusia sedang mencari identitas dirinya. Dengan fakta tersebut Yogyakarta sebagai kota yang terdiri atas berbagai macam pelajar dan remaja memiliki faktor risiko tinggi terhadap penularan HIV/ AIDS, sehingga tidak bisa tidak harus dicegah. Berdasar data dapat dikalkulasikan bahwa kelompok remaja yang rentan terhadap HIV/AIDS adalah kelompok pengguna narkoba suntik. Berikut gambaran datanya seperti tabel di bawah ini.






Tabel 2.
Kalkulasi Kelompok Rentan HIV/AIDS di DIY Tahun 2007
Tahun Faktor Penyebab Presentasi Sumber
1993 ? Oktober 2007 1. Heteroseksual 455 Kasus Kompas, 1 desember 2007
(Depkes DIY)
Akhir Februari 2007 2. Pemakai Narkoba 50% dengan total 124 dari 391 kasus. Bernas, 25 April 2007 (Dinkes DIY)
Januari ? Februari 2007 5 kasus dari 9 kasus
1993 ? Oktober 2007 74 HIV DAN 55 AIDS Kedaulatan Rakyat, 18 Maret 2007

Ada berbagai hal yang bisa dilakukan untuk pencegahan, baik oleh remaja itu sendiri dan keluarga atau oleh pihak pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat atau masyarakat umum lainnya, yaitu sebagai berikut:

1. Biasanya pemberian VCT (Visited Control Test) atau kunjungan tes kontrol hanya boleh dilakukan oleh tenaga yang terdidik dan terlatih tapi bukan berarti remaja tidak dapat turut aktif dalam penanggulangan HIV/AIDS. Sebagai remaja, kita dapat melakukan VCT-VCT lainnya. Misalnya Visual Care Technique atau teknik menjaga pandangan agar terhindar dari perilaku-perilaku seks menyimpang yang dapat membuka peluang masuknya HIV ke dalam tubuh kita. Teknik ini antara lain tidak berpacaran secara berlebihan dan tidak mendekati hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi.
2. Selain itu ada Vertical Chain Technique yaitu teknik penghindaran HIV/AIDS dengan cara meningkatkan hubungan vertikal. Maksud hubungan vertikal disini adalah hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Teknik ini dapat ditempuh dengan cara meningkatkan keimanan kepada Tuhan, meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah, dan selalu mengingat Tuhan di setiap langkah hidup kita.
3. Tidak hanya itu, remaja juga dapat menggunakan prinsip Valiant, Cautious and Thinking. Valiant atau berani maksudnya kita harus berani mengatakan ?tidak? untuk narkoba karena narkoba membuka peluang besar penularan HIV (terutama penggunaan narkoba suntik). Cautious atau berhati-hati maksudnya kita harus berhati-hati dalam bergaul. Jangan sampai mengikuti pergaulan yang menjerumuskan kita kepada narkoba dan seks bebas. Thinking atau berpikir artinya kita harus selalu berpikir jernih sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu. Apalagi jika hal tersebut berkaitan dengan masa depan kita.
4. Ini yang perlu diingat! dalam memperlakukan penderita HIV/AIDS, kita dapat menggunakan VCT (Vast, Chum, and Totalcare). Vast artinya luas. Maksudnya kita harus meluaskan pikiran kita dan pikiran masyarakat tentang apa itu HIV/AIDS serta bagaimana memperlakukan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Chum (teman baik), kita harus bisa menjadi teman baik bagi ODHA. Totalcare. Artinya kita harus tetap memperlakukannya dengan wajar, sama seperti kita memperlakukan orang lain, kita harus menyayanginya, mendengar semua keluh kesahnya, membantu agar ia dapat menjalani hidupnya secara positif, dan sebisa mungkin mengajaknya untuk melakukan pengobatan. Melalui cara-cara inilah remaja dapat berperan aktif membantu pemerintah dalam memberantas HIV/AIDS, bukan orangnya
5. Audensi antara remaja dengan pemerintah. Di kalangan pelajar SLTA yang tergabung dalam forum remaja PKBI mengusulkan kesehatan reproduksi, termasuk didalamnya pelajaran tentang HIV/AIDS masuk dalam kurikulum sebagai muatan lokal. Sejak diusulkan awal tahun 2000 pendidikan kespro belum masuk juga jadi mata pelajaran khusus kecuali dalam pembahasan lainnya. Padahal pendidikan kespro tidak bisa diberikan secara terpotong-potong karena bisa mengurangi makna dan pemahaman terhadap HIV/AIDS.
6. Ketahanan keluarga dengan cara menahan budaya asing, puasa seks untuk remaja pra nikah, dan Screening darah donor bagi keluarga. Upaya dini melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi dengan komunikasi interpersonal di keluarga.
7. Dengan mengembangkan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas yang sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan remaja di sekolah, di jalanan atau di tempat lainnya. PKPR ini melibatkan juga partisipasi remaja sebagai pembawa pesan kesehatan dan menjadi model yang berperilaku hidup sehat bagi teman sebaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar